Istana Tanggapi Putusan MK soal Larangan Wamen Rangkap Jabatan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 28 Agu 2025, 20:27
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang juga Juru Bicara Presiden RI, menjawab pertanyaan wartawan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis 28 Agustus 2025. ANTARA/Genta Tenri Mawangi. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang juga Juru Bicara Presiden RI, menjawab pertanyaan wartawan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis 28 Agustus 2025. ANTARA/Genta Tenri Mawangi. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, yang juga bertindak sebagai Juru Bicara Presiden RI, menyampaikan bahwa pemerintah masih mempelajari putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang wakil menteri (wamen) menduduki jabatan rangkap sebagai pejabat negara lain, termasuk posisi komisaris di BUMN.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang pleno di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, pada Kamis sore, untuk perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025.

“Baru saja kami mendapatkan informasinya, sehingga tentu pertama kita menghormati segala keputusan dari Mahkamah Konstitusi," ujar Prasetyo Hadi ketika menjawab pertanyaan awak media di Kompleks Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2025.

Ia menambahkan, setelah putusan ini pemerintah akan mengkajinya lebih lanjut dan menjalin koordinasi dengan pihak terkait, khususnya Presiden Prabowo Subianto, guna membahas langkah-langkah lanjutan.

“Namun demikian, tentu berdasarkan hasil keputusan tersebut akan mempelajari dan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama dalam hal ini kepada Bapak Presiden (Prabowo Subianto) untuk kemudian nanti dibicarakan apa yang menjadi tindak lanjut dari hasil keputusan MK tersebut,” jelasnya.

Prasetyo yang akrab disapa Pras itu pun meminta waktu sekaligus kesabaran masyarakat dalam menunggu tindak lanjut resmi.

"Jadi, kami mohon waktu terlebih dahulu karena juga baru beberapa saat yang lalu itu dibacakan keputusannya,” sambung Pras.

Baca Juga: Nikita Mirzani Bantah Peras Melvina Sebanyak Rp15 Miliar

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo sendiri membacakan amar putusan perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 dengan hasil mengabulkan permohonan Pemohon I untuk sebagian.

Dalam keputusannya, MK secara tegas menambahkan frasa “wakil menteri” ke dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Sebelumnya, pasal tersebut hanya mengatur larangan rangkap jabatan untuk menteri.

MK menyatakan Pasal 23 UU Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, kecuali jika dimaknai sesuai amar putusan.

Dengan demikian, bunyi Pasal 23 saat ini berubah menjadi:
"Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD."

Permohonan perkara ini diajukan oleh advokat Viktor Santoso Tandiasa selaku Pemohon I bersama seorang pengemudi ojek daring bernama Didi Supandi. Namun, MK menolak permohonan Didi karena dianggap tidak memiliki kedudukan hukum.

Adapun dalam putusan tersebut, terdapat dua hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Arsul Sani.

(Sumber: Antara)

x|close