Ntvnews.id, Jakarta - Fandy Lingga, adik dari terdakwa Hendry Lie sekaligus mantan Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN) untuk periode 2008–2018, dituntut hukuman penjara selama lima tahun atas dugaan keterlibatannya dalam kasus tindak pidana korupsi terkait komoditas timah.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Feraldy Abraham Harahap, dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, meyakini bahwa Fandy telah terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam perkara tersebut.
"Tuntutan pidana yang dijatuhkan dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap dilakukan penahanan di rumah tahanan," ucap JPU dalam persidangan yang digelar pada hari Senin, 4 Agustus 2025.
Baca Juga: Adik Hendry Lie Didakwa Terlibat Korupsi Timah, Rugikan Negara Rp300 Triliun
Di samping hukuman penjara, JPU juga menuntut agar Fandy dikenai pidana denda sebesar Rp500 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Dengan demikian, Fandy Lingga dinyatakan melanggar ketentuan hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Fandy didakwa turut serta dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk. yang berlangsung pada kurun waktu 2015 hingga 2022. Kasus tersebut diperkirakan menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp300 triliun.
Baca Juga: Ini Peran Hendry Lie dalam Kasus Korupsi Timah
Rincian kerugian tersebut meliputi:
-
Sekitar Rp2,28 triliun yang timbul akibat kerja sama sewa peralatan pengolahan logam dengan sejumlah smelter swasta,
-
Sebesar Rp26,65 triliun atas pembayaran bijih timah kepada para mitra tambang PT Timah,
-
Dan Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Fandy diduga terlibat dengan menghadiri sejumlah pertemuan yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa, membahas kerja sama antara smelter swasta dengan PT Timah. Salah satu pertemuan tersebut berlangsung di Griya PT Timah dan Hotel Novotel Pangkalpinang.
Dalam pertemuan tersebut, Fandy bertemu dengan Direktur Utama PT Timah periode 2016–2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Direktur Operasi PT Timah periode 2017–2020, Alwin Albar, serta sekitar 30 pemilik smelter swasta. Mereka membicarakan permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter-smelter tersebut.
Hal ini menjadi sorotan, karena bijih timah yang diekspor para smelter swasta tersebut diketahui berasal dari hasil penambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan milik PT Timah.
Baca Juga: KRL Relasi Bogor–Jakarta Kota Anjlok, KAI Commuter Lakukan Rekayasa Operasi
Tak hanya itu, Fandy juga disinyalir memberikan perintah kepada Rosalina untuk menyusun surat penawaran kerja sama sewa alat pengolahan timah dari PT Tinindo Inter Nusa kepada PT Timah. Surat ini disusun atas persetujuan dari Pemilik Manfaat PT TIN, yakni Hendry Lie. Penawaran tersebut juga melibatkan empat smelter swasta lainnya, yaitu:
-
PT Refined Bangka Tin (RBT),
-
CV Venus Inti Perkasa (VIP),
-
PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS),
-
dan PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).
Atas perbuatannya, Fandy Lingga terancam dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)