AS Jatuhkan Sanksi Terbaru ke Iran, Perdagangan Minyak Jadi Sasaran Utama

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 4 Jul 2025, 18:03
thumbnail-author
Devona Rahmadhanty
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
 Selat Hormuz (Ilustrasi) Selat Hormuz (Ilustrasi) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintahan Trump kembali meningkatkan tekanannya terhadap Iran dengan menjatuhkan sanksi baru pada Kamis, 3 Juli 2025, kali ini menyasar langsung jaringan perdagangan minyak negeri tersebut, demikian menurut pernyataan Departemen Keuangan AS.

Lewat unggahan di platform X, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan bahwa sanksi tersebut membidik jaringan yang diduga terlibat dalam pengangkutan dan pembelian minyak Iran bernilai miliaran dolar. Sejumlah pihak dalam jaringan itu disebut turut mengalirkan keuntungan bagi Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam (IRGC-QF) serta kelompok-kelompok yang terhubung dengan lembaga keuangan yang berada di bawah kendali Hizbullah.

"Sementara (Iran) memiliki setiap kesempatan untuk memilih perdamaian, para pemimpinnya telah memilih ekstremisme," ujar Bessent melalui pernyataan terpisah.

"Kementerian Keuangan akan terus menargetkan sumber pendapatan Teheran dan mengintensifkan tekanan ekonomi," tambahnya. 

Salah satu nama yang masuk dalam daftar sanksi adalah pengusaha Irak-Inggris, Salim Ahmed Said. Ia diduga menjadi dalang di balik jaringan penyelundupan yang menyamarkan minyak Iran dengan mencampurkannya bersama minyak mentah Irak demi mengelabui sanksi internasional.

Tak hanya itu, Departemen Luar Negeri AS juga menjatuhkan sanksi tambahan terhadap tujuh pejabat senior serta satu entitas yang terafiliasi dengan Al-Qard al-Hassan (AQAH), lembaga keuangan yang berada di bawah kendali kelompok Hizbullah.

"Para pejabat ini melalui peran manajemen mereka, telah memfasilitasi penghindaran sanksi oleh Hizbullah, yang memungkinkan AQAH melakukan transaksi jutaan dolar melalui rekening 'bayangan'," ujar Tammy Bruce juru bicara Departemen Luar Negeri AS melalui sebuah pernyataannya. 

Melalui program “Rewards for Justice,” pemerintah AS menawarkan imbalan hingga 10 juta dolar AS (sekitar Rp162 miliar) bagi siapa pun yang dapat memberikan informasi yang menggagalkan operasi jaringan keuangan Hizbullah.

Langkah sanksi ini datang di tengah memanasnya tensi regional, menyusul konflik selama 12 hari antara Israel dan Iran yang pecah pada 13 Juni lalu, setelah Israel meluncurkan serangan udara ke sejumlah fasilitas militer dan nuklir Iran.

Sebagai balasan, Teheran meluncurkan serangan rudal dan mengerahkan pesawat nirawak, sementara Amerika Serikat membalas dengan menggempur tiga lokasi nuklir di Iran.

Ketegangan akhirnya mereda setelah gencatan senjata yang dimediasi oleh AS yang diberlakukan pada 24 Juni. 

Baca juga: Buntut Agresi AS-Israel, Iran Tuntut Kompensasi

(Sumber: Antara)

x|close