Reza Indragiri Blak-blakan soal Kasus Fantasi Sedarah: Sayangnya, Indonesia Gak Punya......

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Mei 2025, 13:33
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri

Ntvnews.id, Jakarta - Kasus grup Facebook Fantasi Sedarah yang viral karena menyebarkan konten inses dan seksual menyimpang menuai kritik tajam dari publik. Namun, di balik kecaman sosial yang luas, pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri menyoroti adanya kekosongan hukum dalam menjerat pelaku secara pidana, apabila konten tersebut tidak melibatkan kekerasan atau anak-anak.

Reza menekankan pentingnya membedakan antara dua ranah yang terlibat dalam kasus ini: aktivitas seksual dan aktivitas bermedia sosial. Menurutnya, secara seksual, konten semacam “fantasi sedarah” bisa terkait dengan inses, pedofilia, atau molestasi semuanya adalah bentuk penyimpangan yang harus dikutuk dan ditindak.

"Sayangnya, Indonesia tidak memiliki hukum spesifik tentang inses. Tapi para pelakunya bisa dijerat pidana jika memenuhi kriteria sebagai kekerasan seksual, yakni: dilakukan terhadap anak-anak, dilakukan dengan paksaan, atau dilakukan oleh pihak yang sudah menikah dalam konteks perzinaan," jelas Reza, dalam keterangan yang diterima Senin, 19 Mei 2025.

Dalam kasus hipotetis yang ia ajukan, jika inses terjadi antara ibu dan anak laki-laki berusia 20 tahun yang belum menikah dan keduanya sepakat melakukannya, maka secara hukum mereka tidak bisa diproses.

"Pahitnya, mereka tidak bisa dipidana. UU kita, bahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), tidak bisa menjangkau mereka. Inilah bukti betapa sejumlah pasal dalam UU TPKS bersifat amoral," tegasnya.

Reza menyebut pasal-pasal dalam UU TPKS belum sepenuhnya menjiwai nilai-nilai moral, etika, dan kesakralan seks dalam masyarakat Indonesia. Ia mendorong agar revisi segera dilakukan, baik dalam bentuk perluasan definisi kekerasan seksual dalam UU TPKS maupun penambahan pasal pada UU Perlindungan Anak.

"Kita perlu melakukan revisi berupa perluasan bentuk tindak pidana kekerasan seksual dalam UU TPKS, juga penambahan pasal dalam UU Perlindungan Anak, agar semua pihak benar-benar terlindungi oleh hukum dari berbagai bentuk orientasi dan perilaku seksual menyimpang," tambah Reza.

Selain itu, ia menyebut bahwa UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) juga sebetulnya dapat digunakan untuk menjangkau kasus-kasus yang terjadi dalam lingkungan keluarga, seperti inses.

Sementara dalam ranah digital, penyebaran konten tentang inses atau pedofilia yang bersifat asusila sudah termasuk pelanggaran hukum yang lebih jelas. Dalam hal ini, pelaku bisa dijerat dengan berbagai regulasi seperti UU Perlindungan Anak, UU Pornografi, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Terkait aktivitas bermedia sosial, yakni menyebar informasi tentang inses dan pedofilia yang mengandung unsur asusila, ini relatif sederhana: sudah jelas pidana. Tinggal lagi seberapa jauh otoritas penegakan hukum, dalam hal ini kepolisian, akan memroses pidana anggota FB tersebut yang jumlahnya puluhan ribu itu," tutupnya.

x|close