Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyatakan bahwa program pendidikan bagi siswa bermasalah di barak militer berpotensi diterapkan secara nasional apabila inisiatif dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terbukti berhasil.
Usai menerima kunjungan Dedi Mulyadi di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis, 8 Mei 2025, Pigai menyampaikan niatnya untuk merekomendasikan program tersebut kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.
“Kalau Jawa Barat sukses, maka sesuai kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian HAM, akan menyampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendikdasmen, red.) untuk mengeluarkan peraturan supaya model ini bisa dilaksanakan secara masif di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Pigai menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan di barak tidak melanggar hak asasi manusia selama tidak ada bentuk hukuman fisik yang diterapkan. Ia menilai bahwa memperoleh pendidikan yang layak adalah hak dasar setiap individu sebagaimana dijamin oleh konstitusi.
Baca Juga: Prabowo Roasting Natalius Pigai: Pakai Sepatu, Pakai Kaus Kaki?
Ia pun menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif tersebut karena dianggap mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya dalam aspek disiplin, wawasan, ketangguhan mental, dan rasa tanggung jawab.
“Kalau variabel-variabel ini seirama, senasib, sejiwa dengan HAM, berarti tidak ada dong, tidak masuk ke wilayah-wilayah yang bertentangan dengan HAM,” kata Pigai.
Di samping itu, ia menilai bahwa program pendidikan berbasis barak ini sejalan dengan delapan arah kebijakan pembangunan atau Astacita yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, pendekatan ini dapat menyiapkan generasi yang unggul demi menyongsong visi Indonesia Emas 2045.
“[Kalau] karakternya tidak humanis, disiplinnya tidak tinggi, mentalnya tidak bagus, tidak produktif, tidak tanggung jawab, bagaimana kita mau go global (mendunia)? Bagaimana 2045 kita leading (memimpin) di dunia?” ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa program yang dijalankan tidak bertentangan dengan hak anak. Ia justru menyebut bahwa pembelajaran di barak membantu siswa belajar lebih disiplin dan fokus.
“Kenapa? Karena selama ini mereka bolos. Mereka tidak pernah belajar, bangunnya rata-rata jam 10 siang. Kemudian, di barak itu mereka mendapat lingkungan yang baik. Karena selama ini mereka di rumahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, di lingkungan sekolahnya tidak mendapat lingkungan yang baik, mereka menjadi anak jalanan,” jelasnya.
Baca Juga: Pigai soal Hapus SKCK: Saya Sudah Lapor Kapolri, Ini Sudah Jadi Sikap Publik Bukan Menteri HAM
Dedi juga menyampaikan bahwa keikutsertaan siswa dalam program ini dilakukan dengan persetujuan orang tua. Mereka akan mengikuti pendidikan selama sekitar 28 hari, didampingi oleh tenaga profesional seperti dokter, psikolog, dan guru mengaji.
Ia menekankan bahwa siswa tetap menjalani pendidikan formal sebagaimana mestinya.
“Mereka mengikuti ujian dan pendidikan biasa. Mereka terkoneksi kepada sekolahnya dan tetap menjadi siswa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan bahwa Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat akan turut berperan sebagai mitra dalam pelaksanaan program ini. Selain memberikan edukasi tentang HAM, Kanwil juga bertugas mengawasi jalannya program guna memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat, Hasbullah Fudail, membenarkan bahwa pihaknya akan turut melakukan pemantauan terhadap implementasi pendidikan siswa bermasalah di barak TNI. Ia menyatakan bahwa tim akan segera diturunkan.
“Secepatnya,” ujar Hasbullah dalam kesempatan yang sama.