Ntvnews.id, Jakarta - Penolakan terhadap wacana penyeragaman kemasan rokok atau plain packaging dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) muncul dari kalangan serikat pekerja industri hasil tembakau (IHT). Mereka menilai kebijakan yang tengah digagas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu melampaui batas kewenangan, karena pengaturan kemasan rokok dinilai berada di luar mandat yang diberikan oleh regulasi.
Ketua Umum Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menyampaikan keberatan tersebut. Ia menilai bahwa penyeragaman warna dan logo pada kemasan rokok berpotensi melanggar hak kekayaan intelektual (HAKI) dan dapat menimbulkan persoalan hukum.
“Kami dengan tegas menolak rencana penyeragaman warna kemasan rokok. Kemasan, warna, dan logo bukan sekadar tampilan, tapi bagian dari identitas merek dan hak kekayaan intelektual perusahaan. Rokok adalah produk legal, dan kami adalah tenaga kerja legal,” ujar Sudarto dalam keterangannya, Rabu, 3 November 2025.
Sudarto mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 hanya memberikan mandat kepada Kemenkes untuk mengatur peringatan kesehatan bergambar (GHW). Karena itu, ia menilai bahwa intervensi terhadap kemasan secara keseluruhan tidak memiliki dasar yang jelas.
Baca Juga: Bea Cukai Musnahkan 13,4 Juta Batang Rokok dan 19 Ribu Botol Miras Ilegal
“Mereka tidak memiliki hak untuk mengatur soal kemasan, apalagi sampai menyeragamkan warna logo. PP 28/2024 secara spesifik meminta Kemenkes mengatur gambar peringatan kesehatannya (GHW), bukan mengatur-atur soal kemasan,” paparnya.
Ia menilai kebijakan plain packaging tidak terbukti efektif menekan konsumsi rokok dan justru berpotensi meningkatkan peredaran produk ilegal. Menurutnya, kemasan yang diseragamkan akan memudahkan pemalsuan dan menyulitkan konsumen membedakan produk legal dari ilegal, yang pada akhirnya bisa mengurangi penerimaan negara dari cukai.
Selain itu, Sudarto juga menyoroti dampaknya terhadap industri dan tenaga kerja. Ia menyebut penjualan produk legal dapat terdampak signifikan, sementara jutaan pekerja yang menggantungkan hidup di sektor IHT turut terancam.
Baca Juga: Peneliti BRIN: Puntung Rokok Layak Ditetapkan Sebagai Limbah B3
“Kami sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya kalau belum bisa mencarikan atau membuka lapangan pekerjaan untuk sektor padat karya seperti industri hasil tembakau lebih baik diam,” tegasnya.
Sudarto meminta Kemenkes membuka ruang dialog yang lebih inklusif sebelum merampungkan Rancangan Permenkes. Ia menilai rapat koordinasi selama ini belum menunjukkan kesungguhan untuk memperhatikan masukan dari seluruh pihak terdampak.
“Harapannya niat baiknya ini ditunjukkan melalui sikap Kemenkes yang konkret ingin mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan,” pungkasnya.
Ilustrasi kemasan rokok. (Ntvnews.id)