Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria menegaskan pemerintah tidak mempermasalahkan berapa akun media sosial yang dimiliki seseorang, selama seluruhnya terverifikasi melalui single ID atau digital ID.
"Kalau misalnya single ID dan digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya enggak masalah dia mau punya akun medsos satu atau dua atau tiga, sepanjang autentikasi dan verifikasinya itu bisa dilakukan," kata Nezar di Gedung Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis, 18 September 2025.
Pernyataan tersebut disampaikan Nezar menanggapi wacana anggota DPR RI yang mengusulkan satu orang hanya diperbolehkan memiliki satu akun media sosial.
Ia menegaskan, usulan itu sebaiknya dipahami sebagai penguatan tata kelola data berbasis identitas digital, bukan sebagai pembatasan jumlah akun.
"Satu akun ini mungkin yang harus diklarifikasi, ini mungkin merujuk kepada single ID dan juga digital ID," ujarnya.
Nezar menegaskan regulasi tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi.
Baca juga: Nezar Patria Dorong Media Jadi Penopang Utama Jurnalisme Berkualitas
"Tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Ini hanya untuk memitigasi dari seluruh risiko kalau ada konten-konten negatif," katanya.
Ia menambahkan, sistem single ID bukan hal baru, karena pemerintah sudah lama mencanangkannya melalui kebijakan Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD). Sistem ini memungkinkan verifikasi dan autentikasi kependudukan yang lebih kuat.
"Yang kita inginkan adalah ruang digital yang aman dan bertanggung jawab buat publik sehingga dia bisa lebih banyak membawa manfaat," ucapnya.
Nezar juga menekankan pentingnya tata kelola data pribadi dari hulu ke hilir. Di hulu, registrasi kartu SIM harus sesuai Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar setiap pengguna tercatat dengan identitas yang benar.
Saat ini, satu NIK masih bisa digunakan untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor per operator seluler. Namun, celah ini sering disalahgunakan, misalnya lewat cloning data atau jual beli SIM prabayar.
Baca Juga: Wamenkomdigi Nezar Patria Soroti Peran Media dalam Komunikasi Isu Perubahan Iklim
"Akibatnya 'scamming' kemudian kejahatan-kejahatan online dengan identitas palsu atau memakai data orang lain itu terjadi," kata Nezar.
Di hilir, platform media sosial diharuskan memiliki mekanisme agar setiap akun dapat ditelusuri (traceable) ke identitas digital pemiliknya. Dengan begitu, penyebaran konten negatif bisa dicegah, dan ada pertanggungjawaban hukum bila terjadi pelanggaran.
"Boleh punya akun berapa, tetapi harus ada 'traceability'-nya juga, harus bisa dilacak ke single ID ataupun digital ID yang dimiliki. Sehingga kalau ada konten negatif yang melanggar norma, itu ada pertanggungjawabannya," tutur Nezar.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR, Oleh Soleh, mengusulkan perlunya pelarangan akun media sosial ganda karena dinilai rawan disalahgunakan dan menimbulkan keresahan.
"Baik di YouTube, di Instagram, di TikTok, akun ganda ini kan sangat-sangat merusak. Akun ganda ini kan pada akhirnya disalahgunakan. Pada akhirnya, bukan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bagi pemakai yang asli tentunya," kata Oleh.
Senada, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR, Bambang Haryadi, menyarankan agar satu orang hanya diperbolehkan memiliki satu akun di tiap platform. Ia mencontohkan aturan di Swiss yang membatasi satu warga hanya menggunakan satu nomor ponsel yang terhubung ke berbagai layanan, termasuk media sosial.
Bambang menekankan media sosial harus dapat dipertanggungjawabkan, serta menyinggung fenomena akun anonim dan pendengung (buzzer) yang kerap memprovokasi isu tertentu.
"Kita kan paham bahwa era media sosial ini sangat sedikit brutal ya, kadang isu yang belum pas, kadang dimakan dengan digoreng sedemikian rupa hingga membawa pengaruh kepada kelompok-kelompok yang sebenarnya kelompok-kelompok rasional," terang dia.
(Sumber: Antara)