Ntvnews.id, Jakarta - Warta Ekonomi menyelenggarakan seminar bertajuk “Optimalisasi Pembiayaan Masa Depan Melalui Inovasi Credit Scoring Berbasis AI: Masa Depan Penilaian Risiko dalam Industri Keuangan”, yang menjadi wadah pertukaran pengetahuan, klarifikasi regulasi, serta kolaborasi antar-pelaku industri keuangan.
CEO Warta Ekonomi Group, Muhamad Ihsan, menekankan pentingnya adopsi Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning dalam sistem penilaian risiko kredit (credit scoring).
Mengutip survei IBM terbaru, Ihsan menyebut 60 persen korporasi Indonesia terutama sektor perbankan telah mengadopsi teknologi AI, termasuk dalam proses evaluasi kredit.
Ia menambahkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga secara aktif mendorong transformasi digital sektor keuangan melalui adopsi AI.
“percepatan transformasi digital di sektor keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui saat ini juga secara aktif mendorong penerapan kecerdasan artifisial di industri perbankan,” kata Ihsan di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis, 24 Juli 2025.
Baca Juga: Sri Mulyani: Stabilitas Sistem Keuangan RI Triwulan II 2025 Tetap Terjaga
Sejalan dengan itu, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan IAKD OJK, Djoko Kurnijanto, menegaskan bahwa teknologi AI memiliki peran strategis dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang inklusif dan berkelanjutan.
OJK telah menerbitkan POJK No. 29/2024 tentang layanan penilaian kredit alternatif, yang menekankan prinsip transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan berbasis data alternatif.
Djoko menyampaikan bahwa perkembangan teknologi yang pesat menuntut sinergi kuat antara regulator, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat.
“Untuk itu kami mengajak seluruh pelaku industri dan pemangku kepentingan untuk terus memperkuat kolaborasi dan menjaga keisipanan antara inovasi dan perlindungan konsumen,” kata Djoko.
Dari sisi industri, Direktur Indodana Finance, Iwan Dewanto, menyampaikan pentingnya pendekatan hybrid dalam credit scoring, khususnya untuk menjangkau masyarakat underbanked yang belum memiliki histori kredit perbankan.
Menurutnya, kombinasi antara data tradisional dan data alternatif melalui AI menjadi kunci efektivitas dalam menilai kelayakan kredit.
“Kita mengandalkan metode yang gabungan, sesampai kan gabungan kita mengandalkan metode yang tradisional yang terbanyak, sesuatu yang wajib, lalu kita akan mengandalkan AI-nya,” tuturnya.
Sementara itu, perwakilan dari perbankan, Rayendra Minarsa Goenawan, Head of Enterprise Risk Management Division PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mengungkapkan bahwa pemanfaatan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah mempercepat berbagai proses penting dalam sistem keuangan, terutama dalam hal verifikasi dan pengelolaan risiko.
“Jadi transformasi BNI yang kami lakukan, salah satunya adalah setelah yang mendorong berdepan, itu juga mendukung bagaimana AI tersebut dapat meningkatkan tenaga atau daya verifikasi,” tutur Rayendra.
Baca Juga: Kasus Investasi Fiktif PT Taspen, KPK Sita 2 Mobil hingga Catatan Keuangan dari Kantor PT IIM
Ia menjelaskan bahwa AI dapat membantu menganalisis data dalam skala besar, bahkan hingga jutaan event, untuk menghitung potensi biaya risiko. Dalam konteks ini, data eksponensial menjadi elemen vital karena memungkinkan model prediktif bekerja dengan lebih akurat.
“Makanya optimisasi itu selalu akan terjadi pada saat kita melakukan optimisasi, buat saya implementasi AI itu sebenarnya sangat erat kaitannya dengan data,” tambah Rayendra.
Dari sisi teknologi, Winton, Client Engineering Leader IBM Indonesia, mengungkapkan bahwa hampir seluruh sistem perbankan di Indonesia menggunakan solusi IBM, mulai dari core banking hingga digital content. Menurutnya, kunci keberhasilan implementasi AI di sektor ini adalah data governance dan mass data management.
“Jadi seluruh core banking hampir dari seluruh bank di Indonesia itu pakai IBM. Jadi uang kita itu disupply dan diirang di masing-masingnya IBM. Yang kedua kita banyak mission critical software,” kata Winton.
Menurutnya, IBM juga menyediakan berbagai solusi mission-critical dalam arsitektur teknologi perbankan, mulai dari mobile banking, internet banking, hingga ke sistem backend seperti power banking dan digital content melalui platform Red Hat OpenShift—yang digunakan secara luas oleh berbagai institusi keuangan di Indonesia.
“Bagaimana kita bisa infuse AI ke berbagai macam business function di dalam perbankan ini sendiri. Dan, last but not least, mengenai data protection. Kita banyak bantu sekarang ini, baik banking dan non-banking,” ujar Winton.
Melengkapi pandangan industri, Chief Product & Data Science Officer IDScore, Wahyu Rizky, menegaskan pentingnya akurasi data dan inovasi skor kredit dalam menghadapi lonjakan pinjaman digital seperti Buy Now Pay Later (BNPL).
Ia menyoroti treni lonjakan permintaan kredit konsumsi dan investasi. Namun, ia menggarisbawahi bahwa peningkatan ini turut diiringi oleh risiko meningkatnya Non-Performing Loan (NPL), terutama pada produk seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA) dan BNPL.
“Naiknya cukup tinggi konsumsi pun naik, kalau misalnya ada pertumbuhan di kredit biasanya ada pertumbuhan di NPL juga sebenernya Alhamdulillah NPL negara kita itu masih lumayan bagus cukup stabil, cukup terkontrol,” pungkasnya.
Acara ini dapat terselenggara dengan dukungan dari BCA Finance, Toyota Astra Finance (TAF), Bank Mandiri, Telkom Indonesia, Indodana Finance dan BFI Finance.