Kemenperin Bantah Badai PHK Sektor Industri Manufaktur, Singgung Aturan Relaksasi Impor

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 29 Jul 2025, 15:34
thumbnail-author
Muslimin Trisyuliono
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah dengan tegas terhadap pernyataan yang menyebutkan bahwa badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terjadi di sektor industri manufaktur

Hal ini disampaikan sebagai respons atas pernyataan Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani dan data dari Kementerian/Lembaga lain.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief menyatakan bahwa narasi mengenai dominasi PHK di sektor industri manufaktur perlu dilihat secara lebih proporsional, didukung data yang akurat dan analisis serta penjelasan lebih komprehensif. 

Beberapa subsektor industri memang mengalami pengurangan tenaga kerja, itu lantaran disebabkan karena residu kebijakan relaksasi impor sebelumnya sehingga produk impor murah membanjiri pasar domestik.

Baca juga: Kemenperin Berikan Strategi Penguatan Branding kepada Wirausaha Industri Baru

“Penting untuk digarisbawahi bahwa PHK tersebut tidak mencerminkan kondisi umum sektor industri. Banyak sektor lain seperti jasa dan perhotelan yang juga mengalami PHK dalam skala besar, namun tidak mendapat sorotan yang seimbang," ujar Febri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 29 Juli 2025. 

"Hemat kami, bu Shinta (Apindo) termasuk pendukung terbitnya kebijakan relaksasi impor yang terbit pada bulan Mei 2024 sehingga mengakibatkan pasar domestik banjir produk impor murah, menekan utilisasi industri dalam negeri dan pengurangan tenaga kerja. Residu kebijakan tersebut telah dirasakan hingga saat ini seperti “badai PHK” yang dia ungkapkan pada publik,” sambungnya.

Penegasan ini juga diperkuat oleh data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS, yang menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan mengalami penurunan karena aktivitas industri melemah karena banjirnya produk impor murah di pasar domestik. 

Per Februari 2025, jumlah tenaga kerja sektor industri tercatat 19,60 juta orang, turun dibandingkan pada Agustus 2024 sebanyak 23,98 juta orang. Ini terjadi sejak pemberlakuan kebijakan relaksasi impor sampai sekarang.

“Artinya, sektor industri mengalami tekanan yang berat akibat dampak regulasi terkait relaksasi impor, sehingga terpaksa untuk melakukan PHK, terutama pada sektor padat karya seperti industri tekstil dan alas kaki. Inilah bukti dampak pemberlakuan kebijakan relaksasi impor produk murah tersebut,” tambahnya.

Baca juga: Temui Petinggi Toyota, Suzuki dan Daihatsu, Menperin Minta Harga Stabil dan Tidak PHK

Febri menambahkan, indikator kinerja industri justru menunjukkan tren yang positif, khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada Semester – I tahun 2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan melaporkan sedang membangun fasilitas produksi baru dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun. 

Tenaga kerja yang terserap pada industri baru dibangun tersebut diperkirakan mencapai 3,05 juta orang. Angka ini jelas jauh lebih besar dari jumlah PHK yang disampaikan oleh Kementerian lain ataupun asosiasi pengusaha.

Begitu juga dengan produksi manufaktur pada bulan Juni 2025 juga menunjukkan kinerja ekspansif. Berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin, pada bulan Juni 2025 IKI mencapai 52,50 yang berarti lebih dari 50 persen industri menyatakan bahwa kinerja mereka lebih baik dari bulan sebelumnya serta penyerapan tenaga kerjanya. 

Kinerja industri berorientasi ekspor dan pasar domestik juga ekspansif yang ditunjukkan masing-masing oleh IKI Ekspor sebesar 52,19, dan sektor domestik 51,32. Ekspansifnya tiga indikator kinerja manufaktur berarti permintaan, produksi dan penyerapan tenaga kerja industri manufaktur pada tingkat lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya.

“Data ini membuktikan bahwa sektor manufaktur nasional tidak sedang mengalami kontraksi seperti yang diungkap pada publik melainkan terus bertumbuh dengan kehadiran fasilitas produksi baru dengan menyerap tenaga kerja lebih besar lagi,” tegasnya.

Baca juga: Kemenperin Pastikan PHK Karyawan Panasonic Holdings Tak Berimbas ke RI

Lebih lanjut, Febri optimistis bahwa serapan tenaga kerja di sektor industri, terutama industri padat karya akan terus meningkat ke depan. 

Optimisme ini didukung empat hal: Pertama, pemerintah telah menerbitkan revisi kebijakan relaksasi impor atau Permendag 8 tahun 2024. 

Meski kebijakan ini berlaku dalam waktu dua bulan kedepan namun, semangatnya telah ditangkap oleh industri dalam negeri terutama industri yang berorientasi pasar domestik. 

Kedua, Kemenperin telah merampungkan proses harmonisasi antar Kementerian terkait Rancangan Permenperin KIPK (Kredit Industri Padat Karya). RPermenperin akan diterbitkan bersamaan dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang juga masih dalam proses. 

Ketiga, dampak dua kesepakatan dagang bersejarah yang dicatat oleh Presiden Prabowo, yakni kesepakatan dagang Indonesia-Amerika dan kesepakatan dagang Indonesia-Uni Eropa. 

Keempat, Kemenperin akan meningkatkan demand produk manufaktur untuk memenuhi kebutuhan pemerintah melalui reformasi tata kelola TKDN. Reformasi ini akan membuat proses penghitungan TKDN menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien. 

x|close