Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum PBB ke-80

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Sep 2025, 04:00
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Umum PBB (YouTube)

Ntvnews.id, Jakarta - Presiden RI Prabowo Subianto tampil di mimbar Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, Amerika Serikat, Selasa siang, 23 September 2025 waktu setempat, untuk menyampaikan pidato perdananya berjudul “Seruan Indonesia untuk Harapan”.

Dengan durasi lebih dari 19 menit dan menggunakan bahasa Inggris, Prabowo berbicara pada urutan ketiga setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dalam kesempatan itu, ia menyinggung isu-isu kemanusiaan, mulai dari pengalaman rakyat Palestina hingga sejarah panjang bangsa Indonesia yang pernah dijajah.

Prabowo juga menekankan peran penting PBB beserta lembaga-lembaga di bawahnya yang telah memberikan dukungan kepada Indonesia dalam perjuangan menuju kemerdekaan.

Berikut pidato lengkap Prabowo di Sidang Umum ke-80 PBB:

"Yang Mulia, para Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, para delegasi yang terhormat, hadirin sekalian, sungguh merupakan kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di Aula Sidang Umum yang agung ini, di antara para pemimpin dan wakil-wakil yang mewakili hampir seluruh umat manusia. Kita berbeda dalam ras, agama, dan kebangsaan, namun hari ini kita berkumpul sebagai satu keluarga manusia. Kita hadir di sini, pertama-tama sebagai sesama manusia, yang masing-masing diciptakan setara, dikaruniai hak-hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, merdeka, dan mengejar kebahagiaan.

Kata-kata dari Deklarasi Kemerdekaan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menginspirasi gerakan demokrasi di berbagai benua, termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi Tiongkok, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Deklarasi itu juga melahirkan Universal Declaration of Human Rights yang diadopsi PBB pada tahun 1948: semua manusia diciptakan setara.

Itulah dasar yang membuka jalan bagi kemakmuran dan martabat global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, di era kita saat ini—era kejayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan—kita masih terus menghadapi tantangan besar, bahaya, dan ketidakpastian. Kebodohan manusia yang dipicu oleh ketakutan, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid mengancam masa depan kita bersama.

Negara saya mengenal penderitaan ini. Selama berabad-abad, rakyat Indonesia hidup di bawah penjajahan, penindasan, dan perbudakan. Kami diperlakukan lebih hina daripada anjing di tanah air kami sendiri. Kami, orang Indonesia, tahu apa artinya ditolak keadilan, apa artinya hidup dalam sistem apartheid, hidup dalam kemiskinan, dan ketika kesempatan yang setara dirampas. Kami juga tahu apa yang dapat dilakukan oleh solidaritas.

Dalam perjuangan kami merebut kemerdekaan, dalam perjuangan melawan kelaparan, penyakit, dan kemiskinan, Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri bersama Indonesia dan memberikan bantuan yang sangat penting. Keputusan-keputusan yang dibuat di sini, berdasarkan solidaritas kemanusiaan, oleh Dewan Keamanan dan Majelis ini, telah memberikan Indonesia kemerdekaan, legitimasi internasional, membuka pintu-pintu, dan mendukung pembangunan awal kami melalui UNICEF, FAO, WHO, dan banyak lembaga PBB lainnya. Karena itulah, Indonesia hari ini berdiri di ambang kemakmuran bersama, kesetaraan, dan martabat yang lebih besar.

Ibu Presiden, Yang Mulia,
Dunia kita saat ini diguncang oleh konflik, ketidakadilan, dan ketidakpastian yang semakin dalam. Setiap hari kita menyaksikan penderitaan, genosida, serta pengabaian terang-terangan terhadap hukum internasional dan martabat kemanusiaan. Menghadapi tantangan ini, kita tidak boleh menyerah. Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal PBB: kita tidak boleh menyerah. Kita tidak boleh melepaskan harapan atau cita-cita kita. Kita harus semakin dekat, bukan semakin jauh. Bersama-sama kita harus berjuang untuk mewujudkan harapan dan mimpi kita.

PBB lahir dari abu Perang Dunia Kedua yang merenggut puluhan juta jiwa. PBB didirikan untuk menjamin perdamaian, keamanan, keadilan, dan kebebasan bagi semua. Indonesia tetap berkomitmen pada internasionalisme, multilateralisme, dan segala upaya yang memperkuat lembaga besar ini.

Hari ini, Indonesia semakin dekat dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya mengakhiri kemiskinan ekstrem dan kelaparan. Karena bertahun-tahun lalu, majelis ini memilih untuk mendengarkan dan menjunjung keadilan sosial serta ekonomi. Kami tidak akan pernah lupa.

Dan hari ini kita tidak boleh diam ketika rakyat Palestina ditolak keadilan dan legitimasi yang sama, bahkan di aula ini.

Yang Mulia, sejarah memperingatkan kita: yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menderita apa yang harus mereka tanggung. Kita harus menolak doktrin ini. PBB ada untuk menolak doktrin ini. Kita harus berdiri untuk semua—baik yang kuat maupun yang lemah. Kekuatan tidak boleh menjadi kebenaran. Kebenaranlah yang harus menjadi kebenaran.

Hari ini, Indonesia adalah salah satu penyumbang terbesar Pasukan Perdamaian PBB. Kami percaya pada PBB. Kami akan terus mengabdi di mana pun perdamaian membutuhkan penjaga, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kehadiran nyata di lapangan. Jika Dewan Keamanan PBB dan majelis agung ini memutuskan, Indonesia siap mengirimkan 20.000 bahkan lebih putra dan putri kami untuk membantu mengamankan perdamaian—di Gaza atau di tempat lain, di Ukraina, Sudan, Libya—di mana pun perdamaian harus ditegakkan. Kami siap. Kami akan memikul beban bersama, bukan hanya dengan putra dan putri kami, tetapi juga dengan kontribusi finansial untuk mendukung misi besar PBB dalam mencapai perdamaian.

Ibu Presiden, Yang Mulia,
Saya mengusulkan kepada majelis ini sebuah pesan harapan dan optimisme yang didasarkan pada tindakan nyata. Hari ini kita mendengar pidato Presiden Sidang Umum PBB. Benar apa yang beliau katakan: tanpa ICAO, apakah kita akan bisa duduk di aula ini? Tanpa PBB, tidak ada negara yang bisa merasa aman. Kita membutuhkan PBB, dan Indonesia akan terus mendukung PBB. Meskipun kami masih berjuang, kami tahu dunia membutuhkan PBB yang kuat.

Penduduk dunia terus bertambah. Planet kita berada dalam tekanan. Krisis pangan, energi, dan air menghantui banyak bangsa. Kami memilih menjawab tantangan ini secara langsung di dalam negeri, dan membantu ke luar negeri sebisa kami.

Tahun ini, Indonesia mencatat produksi beras dan cadangan pangan tertinggi dalam sejarah. Kami kini swasembada beras, dan mulai mengekspor ke negara-negara yang membutuhkan, termasuk memberikan beras untuk Palestina.

Kami membangun rantai pasok pangan yang tangguh, memperkuat produktivitas petani, berinvestasi dalam pertanian cerdas iklim untuk menjamin ketahanan pangan bagi anak-anak kami dan anak-anak dunia. Kami yakin, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan menjadi “lumbung hijau dunia”. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan Anda bahwa kami sudah mengalami dampak nyata perubahan iklim, khususnya ancaman kenaikan permukaan laut.

Permukaan laut di pesisir utara ibu kota kami meningkat 5 sentimeter setiap tahun. Bisakah Anda bayangkan dalam 10 tahun? Dalam 20 tahun? Karena itu, kami terpaksa membangun tanggul laut raksasa sepanjang 480 kilometer. Ini mungkin akan memakan waktu 20 tahun, tapi kami tidak punya pilihan. Kami harus memulainya sekarang. Karena itu, kami memilih menghadapi perubahan iklim, bukan dengan slogan, tapi dengan langkah nyata.

Kami berkomitmen memenuhi kewajiban Perjanjian Paris 2015. Kami menargetkan nol emisi bersih pada 2060, dan kami sangat yakin bisa mencapainya jauh lebih cepat. Kami bertekad merehabilitasi lebih dari 12 juta hektare hutan terdegradasi, mengurangi deforestasi, dan memberdayakan masyarakat lokal dengan pekerjaan hijau berkualitas. Indonesia beralih tegas dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan berbasis energi terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas listrik kami akan berasal dari energi terbarukan. Tujuan kami jelas: mengangkat seluruh rakyat keluar dari kemiskinan dan menjadikan Indonesia pusat solusi bagi ketahanan pangan, energi, dan air.

Ibu Presiden, Yang Mulia,
Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan sering terdengar paling lantang. Tetapi di balik kebisingan itu ada kebenaran yang lebih hening: setiap orang mendambakan rasa aman, penghormatan, kasih sayang, dan keinginan untuk mewariskan dunia yang lebih baik bagi anak-anaknya. Anak-anak kita sedang menyaksikan. Mereka belajar kepemimpinan, bukan dari buku, tetapi dari pilihan-pilihan kita.

Hari ini, krisis kemanusiaan di Gaza sedang terjadi di depan mata kita. Saat ini juga, orang-orang tak berdosa menangis meminta tolong, menangis minta diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang tua dan para perempuan? Jutaan orang menghadapi bahaya, trauma, kerusakan tubuh yang tak bisa diperbaiki, dan kelaparan hingga kematian.

Bisakah kita tetap diam? Apakah tidak ada jawaban untuk jeritan mereka? Apakah kita akan mengajarkan kepada mereka bahwa keluarga manusia bisa bangkit menghadapi tantangan?

Ibu Presiden, kita harus bertindak sekarang. Banyak pembicara telah mengatakan kita harus berdiri untuk tatanan multilateral, di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukanlah hak istimewa segelintir orang, tetapi hak semua. Dengan PBB yang kuat, kita bisa membangun dunia di mana yang lemah tidak lagi menderita, melainkan hidup dengan keadilan yang layak mereka terima.

Mari kita lanjutkan perjalanan besar umat manusia, cita-cita luhur yang melahirkan PBB. Mari kita gunakan ilmu pengetahuan untuk membangun, bukan menghancurkan. Mari negara-negara yang sedang bangkit membantu yang lain untuk ikut bangkit. Saya yakin para pemimpin peradaban besar dunia—Barat dan Timur, Utara dan Selatan, Amerika, Eropa, India, Tiongkok, dunia Islam, seluruh dunia—akan bangkit memenuhi peran yang dituntut sejarah.

Kita berharap para pemimpin dunia menunjukkan kenegarawanan, kebijaksanaan, pengendalian diri, kerendahan hati, mengatasi kebencian dan prasangka.

Ibu Presiden, para delegasi yang terhormat,
Kami terinspirasi oleh peristiwa beberapa hari terakhir di mana negara-negara besar dunia memilih berpihak pada sejarah, memilih jalan moral, jalan kebenaran, jalan keadilan, jalan kemanusiaan, menolak kebencian, mengatasi prasangka, dan menghindari kekerasan. Karena kekerasan hanya melahirkan kekerasan. Tidak ada satu negara pun yang bisa mengintimidasi seluruh keluarga manusia.

Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa penindasan dan ketidakadilan, sepanjang sejarah, telah membuktikan bahwa rasa itu akan bersatu menjadi kekuatan besar yang akan mengalahkan penindasan dan ketidakadilan.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka. Tetapi kita juga harus mengakui, menghormati, dan menjamin keselamatan serta keamanan Israel. Hanya dengan itu kita bisa memiliki perdamaian yang nyata—tanpa kebencian dan kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah ini: solusi dua negara. Dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni.

Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha—semua agama—kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini. Apakah ini mimpi? Mungkin, tetapi ini adalah mimpi indah yang harus kita upayakan bersama. Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, perjalanan yang dimulai para pendahulu kita, perjalanan yang harus kita tuntaskan.

Terima kasih. Wassalamualaikum."

x|close