Ntvnews.id, Jakarta - Harley-Davidson menunda pandangan bisnisnya untuk tahun 2025 setelah memperingatkan kebijakan tarif baru akan memengaruhi kinerja keuangan sepanjang tahun.
Produsen motor legendaris asal Amerika Serikat (AS) ini memperkirakan tekanan besar akibat kebijakan perdagangan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Dikutip dari Reuters, Jumat, 2 Mei 2025, perusahaan sebelumnya memproyeksikan laba per saham turun sekitar 5 persen, namun kini mencatat kerugian sebesar 9 juta dolar AS pada kuartal pertama.
Harley memperkirakan beban tambahan dari tarif antara 130 hingga 175 juta dolar AS pada 2025.
Meski begitu, efisiensi biaya dan tingginya permintaan pada lini motor touring membantu laba kuartal pertama melampaui ekspektasi analis, mendorong saham naik 5 persen.
CEO Jochen Zeitz, yang akan mundur, menyatakan perusahaan sedang menyesuaikan rantai pasok dan meningkatkan kapasitas produksi.
Dalam upaya menarik pengendara muda, Harley akan meluncurkan motor entry-level bermesin kecil, serta mengandalkan produksi domestik dan efisiensi biaya untuk mengimbangi tarif.
Analis Longbow, David MacGregor, menyebut perusahaan menghadapi dilema harga di tengah tekanan tarif dan daya beli yang lemah.
Saingan utama Harley, Polaris, juga menarik proyeksi tahunannya akibat permintaan konsumen yang melambat.
Selain itu, Harley tengah bersitegang dengan H Partners, investor yang menuntut perubahan dalam jajaran direksi, termasuk pencopotan CEO, terkait penurunan performa perusahaan.
Perusahaan juga membenarkan laporan bahwa mereka sedang mengevaluasi investasi di lini bisnis keuangannya.
Laba kuartal pertama tercatat US$1,07 per saham, turun dari US$1,72 tahun lalu, tetapi masih lebih tinggi dari perkiraan analis sebesar US$0,78.