Anggota DPR Nilai Praktik Debt Collector Sudah Tak Punya Dasar Hukum

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Des 2025, 09:06
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Dedi
Editor
Bagikan
Anggota Komisi III DPR RI Nasyirul Falah Amru alias Gus Falah. ANTARA/HO-Komisi III DPR RI Anggota Komisi III DPR RI Nasyirul Falah Amru alias Gus Falah. ANTARA/HO-Komisi III DPR RI (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Nasyirul Falah Amru menegaskan bahwa keberadaan penagih utang atau debt collector pada praktiknya sudah tidak memiliki legitimasi hukum, sehingga selayaknya dihapuskan atau dilarang.

Politikus yang akrab disapa Gus Falah itu mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2020 telah memutuskan bahwa perusahaan pembiayaan atau pemberi kredit, termasuk penagih utang, tidak dibenarkan mengeksekusi objek jaminan atau agunan seperti kendaraan dan rumah secara sepihak.

"Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020," kata Gus Falah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Ia menegaskan bahwa putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, sehingga perusahaan leasing maupun penagih utang dilarang melakukan tindakan pengambilan paksa terhadap debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran cicilan.

Lebih lanjut, Gus Falah menyampaikan bahwa MK dalam amar putusannya menegaskan eksekusi agunan tidak dapat dilakukan sendiri oleh kreditur, melainkan harus melalui pengajuan permohonan ke Pengadilan Negeri.

Baca Juga: 7 Fakta Debt Collector Tewas Dikeroyok di Kalibata, 6 Anggota Polri Jadi Tersangka

Selain itu, MK juga menyatakan bahwa dalam proses penagihan tidak boleh terdapat unsur teror, penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap pihak debitur.

"Putusan MK itu sejalan dengan teori negara hukum, bahwa penyelesaian sengketa finansial harus melalui mekanisme hukum yang transparan dan dapat diawasi. Maka eksistensi debt collector sebenarnya bertentangan," ujar anggota komisi DPR RI yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan itu.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap standar operasional prosedur (SOP) penarikan kendaraan oleh pihak penagih utang. Langkah ini diambil menyusul insiden pengeroyokan dan kericuhan di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, yang menewaskan dua orang.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Budi Hermanto menyampaikan bahwa peristiwa tersebut bermula dari cekcok saat proses penarikan sepeda motor di jalan yang kemudian berujung pada tindakan kekerasan.

Ia menjelaskan bahwa cekcok terjadi karena anggota Polri yang berada di lokasi tidak menerima tindakan pencabutan kunci kontak kendaraan oleh pihak penagih utang.

"Dari situ terjadi penganiayaan secara bersama-sama yang mengakibatkan korban meninggal dunia," katanya.

 

(Sumber : Antara)

x|close