Ntvnews.id, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan banjir besar yang melanda Bali awal September lalu berpotensi terulang di masa mendatang. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menekankan perlunya pembenahan menyeluruh untuk mencegah dampak serupa.
Abdul menjelaskan, berdasarkan pengalaman, evaluasi, dan kajian ilmiah, banjir dengan skala besar memiliki periode ulang tertentu yang dapat muncul kembali setelah beberapa tahun.
“Kalau dalam teknik sipil, kita mengenal istilah periode ulang banjir. Ada yang 50 tahun, ada yang 100 tahun. Artinya, banjir besar seperti di Bali kemarin kemungkinan akan terjadi lagi,” ujarnya dalam konferensi daring bertajuk Disaster Briefing yang diikuti di Jakarta, Senin, 15 September 2025 malam.
Baca Juga: Badan Penerbangan AS Bakal Denda Boeing 3,1 Juta Dolar
Menurutnya, BNPB tengah menggali data historis bencana hingga beberapa tahun ke belakang agar perencanaan mitigasi jangka panjang lebih akurat.
“Tujuannya pariwisata di Bali harus pulih, tetapi jangan sampai kita lupa bahwa bencana tidak berhenti di satu kejadian. Ia akan berulang, apalagi jika faktor pemicunya tetap ada,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pembangunan daerah harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan agar tidak memperbesar risiko bencana.
BNPB mencatat curah hujan tinggi pada 9–10 September menyebabkan debit air meningkat drastis hingga meluap di daerah aliran sungai (DAS) Ayung. Dampaknya melanda Badung, Jembrana, Buleleng, Karangasem, Gianyar, Bangli, dan Denpasar yang menjadi wilayah paling parah terkena banjir. Hampir semua stasiun BMKG di selatan Bali juga melaporkan curah hujan lebih dari 200 milimeter per hari.
Informasi terbaru menunjukkan sebanyak 18 orang meninggal dunia akibat banjir tersebut, sementara 149 warga masih mengungsi dengan sejumlah rumah dan infrastruktur mengalami kerusakan.
Baca Juga: VIDEO Ngerinya Kebakaran Hantam Rumah di Jalan Siaga Pasar Minggu
“Kita perlu menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran. Karena kalau kondisi serupa terjadi lagi, dampaknya bisa sama besar bahkan lebih,” tegasnya.
Selain faktor cuaca, Abdul menilai permasalahan sampah dan alih fungsi lahan turut memperparah banjir. Data visual BNPB menemukan banyak titik aliran sungai yang dipenuhi sampah, termasuk bantaran sungai.
“Maka tak heran bila Kementerian Lingkungan Hidup ada lebih dari 200 ton sampah yang terbawa arus menghambat aliran sungai hingga menimbulkan luapan air ke permukiman,” jelasnya.
BNPB juga menyoroti penyusutan hutan dan lahan pertanian di Bali pada 2012–2019. Konversi lahan menjadi kawasan terbangun mengurangi daerah resapan air secara signifikan, dengan catatan hutan berkurang 553 hektare dan lahan pertanian hampir 650 hektare.
Baca Juga: Bahlil Laporkan ke Presiden Peluang Tambah Saham Indonesia di Freeport
Berdasarkan kajian spasial, luas kawasan terbangun di Denpasar diperkirakan bisa mencapai 35.000 hektare pada 2025, meningkat tajam dibandingkan tahun 2000.
“Kalau daerah dengan curah hujan ekstrem didominasi bangunan, maka banjir akan mudah terjadi. Kita harus kembalikan pariwisata pada ekosistem yang seimbang,” pungkasnya.
(Sumber: Antara)