Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Kasubdit Bina Kelembagaan dan Kerja Sama Zakat dan Wakaf, Muhibbudin, S.Fil., M.E., hadir sebagai narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Hibah Penelitian Fundamental Reguler Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh tim peneliti gabungan dari Universitas Darussalam Gontor dan Universitas Islam Sultan Agung. Kegiatan ini berlangsung di Hotel BW Express Jakarta dan menjadi bagian dari pelaksanaan penelitian bertajuk “Pengaruh Religiusitas dan Modal Sosial Terhadap Perilaku Filantropi di Komunitas Muslim serta Implikasinya terhadap Ekonomi Hijau dengan Pendekatan Value-Belief-Norm (VBN) Theory.”
Dalam paparannya, Muhibbudin menekankan bahwa filantropi Islam seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) tidak boleh berhenti pada aspek spiritual, tetapi harus mampu menjawab tantangan sosial dan lingkungan hidup secara nyata.
“Kesadaran bersedekah harus dibentuk sebagai ibadah sosial yang berdampak langsung pada pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan. Kita perlu mendorong pemanfaatan instrumen ZISWAF sebagai lokomotif ekonomi hijau yang berbasis nilai keislaman,” ujar Muhibbudin dari Kementerian Agama RI.
Ia menambahkan, penguatan kampanye filantropi ramah lingkungan perlu dilakukan melalui pendekatan blended program, yakni kolaborasi antara zakat dan wakaf dalam satu skema pemberdayaan terintegrasi. Di sisi lain, literasi publik juga harus diperluas secara berkelanjutan.
“Kemenag memiliki lebih dari 6.000 penyuluh agama yang dibekali untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya ibadah sosial sebagai wujud ketakwaan yang aplikatif dan kontekstual. Ini adalah langkah konkret menumbuhkan kesalehan sosial dan ekologis dari akar rumput,” sambungnya.
Senada dengan itu, perwakilan Forum Zakat (FOZ), Agus Budiyanto, menekankan perlunya sinergi antara kebijakan, inovasi digital, dan insentif terhadap lembaga filantropi yang konsisten mengusung program hijau.
“Kita mendorong adanya regulasi yang berpihak pada ekonomi hijau, memperkuat literasi dengan pendekatan kreatif, serta mengembangkan platform digital penggalangan dana yang inklusif. Lembaga filantropi yang konsisten mendukung program ramah lingkungan patut mendapat insentif, baik penghargaan maupun dukungan operasional,” jelasnya.
Dalam pernyataan terpisah, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Prof. Dr. Waryono Abdul Ghafur, M.A., menyampaikan bahwa penguatan filantropi Islam yang relevan dengan tantangan lingkungan hidup adalah bagian dari transformasi peran zakat dan wakaf dalam pembangunan nasional. Ia menegaskan bahwa Kemenag tengah mendorong digitalisasi dan integrasi ZISWAF sebagai kontribusi nyata terhadap Asta Protas, khususnya pada pilar Transformasi Digital Layanan Umat dan Penguatan Moderasi Beragama melalui Pemberdayaan Ekonomi Umat.
“Filantropi Islam harus menjadi kekuatan strategis dalam mendukung misi besar negara, termasuk dalam agenda Asta Cita, yakni mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan berkelanjutan. Zakat dan wakaf tidak lagi semata-mata ibadah individual, tapi juga instrumen pembangunan nasional yang inklusif dan visioner. Dalam konteks ini, pendekatan ekoteologi menjadi sangat penting: bagaimana keimanan terhadap Tuhan diwujudkan dalam kepedulian pada kelestarian bumi sebagai amanah. Ini adalah bentuk kesalehan ekologis yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam,” terang Prof. Waryono.
Melalui kegiatan ini, diharapkan terbangun rekomendasi kebijakan dan strategi pemberdayaan yang konkret guna memperkuat peran ZISWAF dalam mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis syariah dan lingkungan hidup, serta memperkuat posisi filantropi Islam sebagai motor keadilan sosial dan keberlanjutan ekologis.