Ntvnews.id, Rio de Janeiro - Para pemimpin negara-negara anggota BRICS berkumpul di Rio de Janeiro pada Minggu, 6 Juli 2025, dan secara tegas mengkritik kebijakan tarif dagang yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Dilansir dari France24, Senin, 7 Juli 2025, rancangan pernyataan akhir KTT menilai langkah tarif Trump sebagai tindakan “sewenang-wenang” yang dianggap melanggar hukum internasional dan berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global.
“Kami sangat prihatin terhadap peningkatan penggunaan tarif dan hambatan non-tarif sepihak yang merusak perdagangan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO),” demikian isi draf tersebut, menurut France24.
Dokumen itu juga memperingatkan bahwa kebijakan semacam ini “berisiko semakin menurunkan volume perdagangan dunia” dan “dapat berdampak negatif terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global.”
Baca Juga: Momen Indonesia Tampil Perdana di BRICS, Prabowo Disambut Langsung Presiden Lula
Sejak kembali menjabat pada Januari, Trump berulang kali menerbitkan pemberitahuan tarif baru kepada sejumlah mitra dagang, termasuk negara-negara sekutu, memicu reaksi keras dari berbagai belahan dunia. Meskipun draf deklarasi tidak menyebut nama AS atau Trump secara langsung, banyak pihak menilai isi pernyataan tersebut sebagai kritik terselubung yang ditujukan kepada Washington, khususnya oleh negara-negara kunci BRICS seperti Brasil, Tiongkok, India, Rusia, dan Afrika Selatan.
KTT kali ini juga berlangsung dalam pengamanan ketat dan diwarnai oleh absennya dua pemimpin besar. Presiden Tiongkok Xi Jinping, untuk pertama kalinya sejak menjabat 12 tahun lalu, tidak hadir secara langsung dan menunjuk Perdana Menteri Li Qiang sebagai wakilnya.
Ketidakhadiran Xi memunculkan berbagai spekulasi, termasuk dugaan bahwa ia menghindari pertemuan langsung dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, yang mendapat penghormatan sebagai tamu utama dalam KTT tersebut dan dijadwalkan menerima jamuan resmi dari pemerintah Brasil.
Menurut Ryan Hass, mantan Direktur China untuk Dewan Keamanan Nasional AS dan kini peneliti di Brookings Institution, “Xi tidak ingin terlihat berada dalam posisi kalah bersaing dengan Modi.”
Presiden Rusia Vladimir Putin juga tidak hadir secara fisik, dan mengikuti pertemuan melalui tautan video, sebagaimana dikonfirmasi oleh Kremlin. Ketidakhadiran dua tokoh besar ini dinilai sedikit mengurangi bobot diplomatik KTT, meski pertemuan tetap berjalan dengan agenda padat.
Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva selaku tuan rumah menekankan peran strategis negara-negara berkembang dalam menjaga sistem perdagangan global yang adil dan inklusif.
“Dalam menghadapi gelombang baru proteksionisme, negara-negara berkembang perlu tampil sebagai penjaga tatanan perdagangan multilateral dan mendorong reformasi terhadap sistem keuangan global,” kata Lula dalam forum bisnis pra-KTT, Sabtu, 5 Juli 2025.
KTT BRICS tahun ini juga ditandai oleh kehadiran sejumlah anggota baru, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Iran, Mesir, Ethiopia, serta Indonesia. Selain isu perdagangan dan tarif, pembahasan mencakup pula topik kecerdasan buatan, kesehatan global, serta meningkatnya ketegangan geopolitik pasca serangan terhadap fasilitas Iran baru-baru ini.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian tidak hadir karena negaranya masih dalam masa pemulihan pascaperang 12 hari dengan Israel. Ia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi. Menurut France24, seorang sumber diplomatik menyebut Iran sempat mendesak BRICS untuk mengeluarkan kecaman lebih keras terhadap Israel dan AS atas serangan tersebut.
Namun, isi akhir deklarasi KTT diperkirakan tidak akan banyak berubah dari pernyataan bulan lalu yang hanya menyampaikan “keprihatinan mendalam” tanpa menyebutkan nama negara atau pihak yang bertanggung jawab.
KTT BRICS 2025 menjadi salah satu agenda internasional utama yang diselenggarakan Brasil tahun ini, di samping perannya sebagai tuan rumah KTT G20 dan COP30 menjelang pemilu presiden tahun depan.