Serikat Pekerja Minta Pemerintah Tunda Kenaikan Cukai Rokok, Dorong Moratorium Demi Jaga Lapangan Kerja

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Sep 2025, 22:51
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi industri/tenaga kerja. Ilustrasi industri/tenaga kerja. (Pixabay)

Ntvnews.id, Jakarta - Rencana pemerintah untuk tidak mengenakan pajak baru maupun menaikkan tarif pajak pada tahun 2026 menuai sambutan positif. Namun, serikat pekerja dan pengamat fiskal menilai langkah tersebut belum sepenuhnya menjawab keresahan masyarakat jika tidak dibarengi dengan penundaan kenaikan cukai rokok.

Mereka menekankan perlunya konsistensi kebijakan fiskal, termasuk pada cukai hasil tembakau (CHT), karena kebijakan ini berdampak luas terhadap daya beli, keberlangsungan industri padat karya, serta maraknya rokok ilegal.

Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto, menegaskan pentingnya kepastian arah kebijakan fiskal bagi pekerja.

“Yang lebih penting, kebijakan ini harus konsisten agar benar-benar memberi kepastian bagi pekerja dan keluarganya. Kami meminta agar kebijakan di 2026 juga termasuk untuk tidak menaikkan cukai, khususnya cukai rokok,” ujar Sudarto dalam keterangannya, Jumat, 12 September 2025.

Menurut Sudarto, moratorium kenaikan CHT selama tiga tahun menjadi solusi paling rasional di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

“Moratorium CHT akan menjadi penyangga di tengah kondisi sosial-ekonomi yang sedang berat, seperti daya beli melemah, angka PHK meningkat, dan jutaan masyarakat Indonesia yang menganggur,” jelasnya.

Ia juga menitipkan harapan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar lebih peka terhadap aspirasi masyarakat bawah.

“Kami berharap Pak Menteri Purbaya benar-benar mendengarkan suara rakyat dan menjadikan sektor ini bukan sekadar objek pungutan negara, tapi ekosistem tembakau adalah bagian penting dari perekonomian, baik untuk pekerja maupun bangsa Indonesia,” pungkas Sudarto.

Dari sisi pengamat, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Elizabeth Kusrini, menilai keputusan Kementerian Keuangan untuk tidak menaikkan pajak pada 2026 sebagai bentuk kepekaan terhadap risiko sosial dan ekonomi. Namun, ia mengingatkan bahwa langkah tersebut tetap harus dibarengi dengan perbaikan tata kelola fiskal.

“Menahan tarif bukan sama dengan kebijakan pasif, tetapi harus diiringi reformasi administrasi, penguatan basis data wajib pajak, dan tindakan anti-penghindaran agar target penerimaan masih realistis,” ujar Elizabeth.

Elizabeth menambahkan, penundaan kenaikan cukai rokok perlu menjadi bagian dari strategi menjaga daya beli.

“Kalau tujuan kebijakan adalah meredam tekanan sosial dan melindungi daya beli, penundaan kenaikan cukai, terutama untuk barang dengan efek ekonomi berantai pada industri padat karya seperti rokok, bisa dibenarkan,” jelasnya.

Menurut dia, kebijakan menaikkan CHT justru kontraproduktif bila dilakukan saat daya beli masyarakat sedang turun.

“Kenaikan cukai saat daya beli melemah bisa menekan konsumsi, memicu penurunan produksi di sektor terkait, meningkatkan pengangguran informal, dan mendorong pergeseran ke pasar gelap (rokok ilegal),” katanya.

Ia menegaskan, pemerintah harus berhenti bergantung pada kenaikan cukai sebagai jalan pintas penerimaan negara.

“Kalau penindakan (rokok ilegal) ditingkatkan, potensi kehilangan penerimaan bisa dipulihkan tanpa harus segera menaikkan cukai. Jadi, iya, menekan pasar ilegal harus menjadi prioritas operasional,” tandas Elizabeth.

x|close