Ntvnews.id, Jakarta - Kepolisian Daerah Jawa Barat mengungkap kasus sindikat perdagangan bayi ke luar negeri yang bermula dari interaksi melalui media sosial Facebook. Dalam kasus ini, pelaku berinisial AF berpura-pura menjadi calon orang tua angkat dan melakukan komunikasi dengan orang tua kandung seorang bayi.
Kabid Humas Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan, menyampaikan pada Rabu, 15 Juli 2025 di Bandung bahwa komunikasi terjadi sejak ibu kandung bayi tersebut masih dalam masa kehamilan.
"Karena korban ini merasa bahwa bayinya nanti akan dijadikan anak dari pengadopsi dan pelaku yang melakukan aksinya itu menyatakan bahwa dia ini sudah mempunyai suami, tetapi belum punya anak," katanya.
Menurut Hendra, komunikasi terus berlangsung hingga mendekati waktu persalinan. Kedua pihak kemudian sepakat bahwa setelah bayi lahir, orang tua kandung akan menerima uang sebesar Rp10 juta dari pelaku. Namun kenyataannya, pelaku hanya mengirimkan dana sebesar Rp600 ribu yang digunakan untuk membayar jasa bidan, lalu langsung membawa bayi tersebut tanpa memenuhi janji awal.
Merasa telah ditipu, orang tua bayi melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa AF adalah anggota sindikat perdagangan bayi yang telah aktif sejak tahun 2023.
"Pelaku AF ini berasal dari Bandung dan dari pengakuannya sudah melakukan transaksi terhadap sedikitnya 25 bayi," ujar Hendra.
Di sisi lain, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Surawan, mengungkapkan bahwa sebagian besar bayi yang diperjualbelikan masih berusia dua hingga tiga bulan. Sebelum dikirim, bayi-bayi tersebut dirawat selama sekitar tiga bulan di wilayah Bandung, lalu dipindahkan ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Surawan menjelaskan bahwa Pontianak dijadikan sebagai lokasi transit oleh sindikat untuk keperluan pengiriman bayi ke Singapura. Di kota itu, jaringan pelaku memalsukan dokumen identitas dan keimigrasian.
"Di Pontianak itu tempat pembuatan dokumen. Bayi-bayi ini dimasukkan ke kartu keluarga orang lain, lalu dibuatkan paspor untuk proses pengiriman ke luar negeri. Mayoritas tersangka juga berdomisili di Pontianak," ujar Surawan.
(Sumber: Antara)