Ntvnews.id, Jakarta - Xiaomi mulai mengubah strategi bisnis ponsel pintarnya. Jika dulu perusahaan dikenal rutin membanjiri pasar dengan banyak model dari berbagai sub-merek, kini jumlah perangkat baru yang dirilis setiap tahun justru dipangkas drastis.
Langkah ini menandai pergeseran besar menuju portofolio yang lebih ramping, pembaruan software yang lebih panjang, serta integrasi ekosistem yang lebih kuat dan konsisten di seluruh dunia.
Dikutip dari Gizmochina, Minggu (23/11/2025), perubahan arah ini terjadi meski pasar smartphone global menunjukkan tanda-tanda pulih.
Laporan kinerja Q2 2025 Xiaomi mengungkapkan pendapatan dari divisi ponsel turun 2% secara tahunan, sementara pasar secara keseluruhan tumbuh.
Sebaliknya, bisnis AIoT perusahaan melonjak 44,7% hingga mencapai 38,7 miliar yuan (sekitar US$5,4 miliar).
Divisi kendaraan listriknya juga menghasilkan lebih dari 20 miliar yuan (US$2,8 miliar) berkat permintaan tinggi pada SU7 dan YU7. Data tersebut menegaskan smartphone bukan lagi pendorong utama pertumbuhan Xiaomi.
CEO sekaligus pendiri Xiaomi, Lei Jun, menekankan pentingnya strategi "Manusia-Mobil-Rumah" sebagai visi perusahaan untuk dekade berikutnya.
Di dalam ekosistem ini, ponsel berfungsi sebagai pusat yang menghubungkan kendaraan listrik, perangkat rumah pintar, dan layanan berbasis AI.
Nilai produk tak lagi sekadar soal spesifikasi atau harga, tetapi pengalaman software dan sinergi ekosistem.
Untuk memperkuat transisi tersebut, Xiaomi memperpanjang dukungan perangkat lunak pada beberapa seri utama.
Xiaomi 15 dan Redmi Note 14 kini dijanjikan empat pembaruan OS dan enam tahun patch keamanan, setara dengan komitmen pembaruan dari Samsung dan Apple.
Namun untuk mewujudkan hal ini, Xiaomi harus mengurangi fragmentasi perangkat agar pengembangan HyperOS lebih konsisten secara global.
Pengalaman pahit Xiaomi di India menjadi faktor pemicu penting. Pada awal 2025, pengiriman ponsel Xiaomi di negara tersebut anjlok 42% YoY, membuat posisi pasar mereka turun dari peringkat pertama ke keenam.
Tumpang tindih produk antara Redmi, Poco, dan Xiaomi memicu kebingungan, sementara perbedaan perangkat lunak antarwilayah menyebabkan masalah konsistensi dan keterlambatan pembaruan.
Sebagai tanggapan, Xiaomi kini memberi batasan fungsi yang lebih jelas bagi tiap sub-merek, yakni Redmi untuk pasar massal, Xiaomi untuk segmen menengah-premium, Poco untuk performa, dan Civi untuk desain.
HyperOS diposisikan sebagai fondasi software global demi mengurangi perbedaan regional. Perusahaan juga mengurangi fokus pada produk niche. Xiaomi memastikan Mix Fold 5 tidak akan hadir tahun ini, sementara Civi 5 Pro tetap eksklusif untuk pasar Tiongkok.
Mengingat perangkat lipat membutuhkan biaya litbang tinggi namun penetrasi pasarnya kecil, Xiaomi memilih mengalihkan sumber daya ke proyek yang dinilai lebih strategis seperti integrasi ponsel dengan mobil dan pengembangan sistem kokpit pintar.
Pada akhirnya, strategi baru Xiaomi berdiri di atas empat pilar, yakni dukungan software jangka panjang, platform software global yang seragam, perangkat keras yang tahan lama, serta ekosistem yang lebih terhubung.
Konsekuensinya, jumlah ponsel yang dirilis setiap tahun memang lebih sedikit, tetapi kualitas, konsistensi, dan pengalaman pengguna diharapkan meningkat secara signifikan.
Ilustrasi. Logo Xiaomi. (Foto: Istimewa via Gizmochina)