Ntvnews.id, Jakarta - Alberto Longo, salah satu pendiri sekaligus kepala kejuaraan Formula E, menyatakan penolakannya terhadap pembentukan seri balap khusus untuk perempuan.
Menurutnya, fokus utama seharusnya adalah membuka akses dan memperbaiki ketimpangan kesempatan yang sudah terjadi selama puluhan tahun di dunia balap, bukan memisahkan kompetisi berdasarkan gender.
"Kalau perempuan memang kompetitif, mereka harus bertanding melawan laki-laki. Tidak perlu ada kejuaraan terpisah," kata Longo dalam pernyataannya, dikutip dari Reuters, Kamis (9/10/2025).
Pendekatan Longo ini berbeda dari yang diterapkan Formula 1 melalui Akademi F1, sebuah ajang pengembangan talenta wanita di dunia balap.
Sebaliknya, Longo lebih memilih upaya jangka panjang melalui program Girls on Track yang dijalankan bersama FIA di ajang Formula E.
"Lima puluh tahun yang lalu, ayah akan mengajak anak laki-lakinya ke lintasan gokart dan anak perempuannya ke toko boneka. Sekarang, kenapa tidak keduanya diajak ke arena balap?" ujarnya.
Tantangan nyata terlihat dalam uji coba rookie Formula E di Berlin pada bulan Juli lalu, yang hanya diikuti empat pembalap perempuan.
Abbi Pulling, juara F1 Academy tahun sebelumnya dan kini membalap di GB3, menjadi peserta perempuan dengan posisi tertinggi, menempati peringkat ke-17 bersama tim Nissan.
Longo mengakui dunia balap masih tertinggal jauh dalam hal inklusi perempuan.
"Jika sekarang ada yang mengatakan seorang perempuan akan segera masuk Formula 1 atau Formula E, saya rasa kita belum sampai ke titik itu. Kita tertinggal setengah abad. Maka dari itu, kita harus mengejar ketertinggalan ini agar perempuan bisa benar-benar bersaing dalam 10-15 tahun mendatang," tambahnya.
Salah satu masalah utama, kata Longo, adalah minimnya waktu pelatihan dan pengalaman kompetisi bagi perempuan sejak usia dini.
"Kalau seseorang mulai membalap sejak usia 6 atau 8 tahun, pada usia 16 mereka sudah di level yang cukup tinggi. Sayangnya, kebanyakan perempuan tidak mendapat awal secepat itu," imbuhnya.
Program Girls on Track, yang kini memasuki tahun ketujuh, telah memberikan akses kepada lebih dari 4.500 anak perempuan usia 12-18 tahun untuk mengenal dunia balap.
Namun hingga kini, tidak ada pembalap perempuan yang tampil di grid Formula E, meski tiga di antaranya sempat turun pada musim-musim awal.
Meski begitu, Longo menyebut struktur internal Formula E menunjukkan kemajuan dalam kesetaraan gender.
"Sekitar 54% tenaga kerja kami adalah perempuan. Di setiap tim, Anda akan menemukan perempuan bekerja sebagai teknisi hingga mekanik. Kami memang menciptakan ruang dan peluang untuk itu," tegasnya.
Di luar isu gender, Formula E tengah mengincar ekspansi besar-besaran di China, pasar kendaraan listrik terbesar di dunia.
Longo menyebut antusiasme negara tersebut luar biasa tinggi, bahkan berpotensi menggelar hingga empat balapan di masa depan.
"Saya belum pernah melihat antusiasme sebesar ini dari suatu negara untuk menjadi bagian dari kejuaraan kami," sebut Longo.
Kalender sementara musim 2025-2026 telah mencantumkan dua balapan di Shanghai pada 4 dan 5 Juli, serta dua tanggal cadangan pada 30 Mei dan 20 Juni yang masih menunggu konfirmasi lokasi.
"Pertumbuhan kategori ini di China sangat luar biasa. Mereka bukan hanya mengikuti strategi, mereka punya hasrat nyata terhadap Formula E. Ini kemitraan yang saling menguntungkan," jelas Longo.
Sebaliknya, perkembangan di Amerika Serikat (AS) disebut lebih lambat. Longo menilai, kurangnya dorongan kebijakan lingkungan dari pemerintah AS menjadi penghambat.
"Di AS, situasinya sedikit lebih rumit. Mereka belum punya agenda hijau yang jelas, mungkin itu sebabnya kami belum bisa tumbuh sepesat di Asia," tukas Longo.
Meski demikian, Formula E tetap menargetkan ekspansi di Amerika Serikat dengan rencana jangka menengah untuk menggelar balapan di kedua wilayah pesisir, dan harapannya bisa berkembang hingga enam kota di masa depan.