Ntvnews.id, Jakarta - Kasus penyiksaan terhadap bocah berusia tujuh tahun berinisial MK di Jakarta Selatan mengungkap fakta mengejutkan. Pelaku utama, EF alias YA (40), yang oleh korban dipanggil dengan sebutan 'Ayah Juna', ternyata adalah pasangan sesama jenis dari ibu kandung korban, SNK (42).
Direktur Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA dan PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, menjelaskan penyidik masih terus menggali motif di balik kekerasan yang dialami korban.
"Motif yang mereka sampaikan masih terus didalami oleh penyidik," kata Nurul kepada wartawan, yang dilansir pada Senin, 15 September 2025.
Nurul mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan sementara, EF mengaku melakukan penganiayaan karena merasa terbebani dengan perilaku korban.
"Dari keterangan awal, pelaku menyebut faktor beban dan perilaku anak yang dianggap nakal," ujarnya.
Saat ini, EF dan SNK masih menjalani pemeriksaan mendalam oleh psikolog forensik untuk menelusuri alasan di balik penyiksaan dan penelantaran anak. Namun Nurul menegaskan tidak ada justifikasi apa pun yang bisa diterima dalam kasus ini.
Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA dan PPO) Bareskrim Polri menunjukkan EF alias YA yang menjadi tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap anak AMK yang ditelantarkan pa (ANTARA)
Baca Juga: Fakta Terbaru, Polisi Temukan 6 Video Syur MR dengan Pacar Sejenis
"Kami tegaskan, apa pun alasannya, tidak ada satu pun yang bisa membenarkan kekerasan terhadap anak," tegasnya.
Korban Punya Saudara Kembar
Korban MK sendiri memiliki saudara kembar bernama ASK. Polisi masih menelusuri apakah ASK juga mengalami perlakuan serupa.
"Terkait pertanyaan mengapa hanya AMK yang menjadi korban kekerasan, sementara saudara kembarnya tidak, sampai saat ini kami masih mendalami melalui pemeriksaan lanjutan, observasi psikologis, serta pengumpulan keterangan saksi," terang Nurul.
Ia menambahkan, proses pemeriksaan dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan dampak tambahan bagi anak.
"Polri berhati-hati agar tidak menimbulkan stigma atau dampak psikologis tambahan bagi anak-anak. Fokus kami bukan semata pada menghukum pelaku, tetapi juga memastikan kepentingan terbaik bagi anak terpenuhi," sambungnya.
Menurut Nurul, negara menjamin keselamatan, kesehatan, pendidikan, dan pemulihan psikososial bagi MK serta saudara kembarnya. Saat ini, ASK juga masih berada dalam pengawasan tim penyidik dengan melibatkan Dinas Sosial, kepala desa, Kementerian PPPA, dan pihak terkait lainnya.
Ilustrasi-kekerasan seksual anak. Senin, 11 Agustus 2025. (ANTARA)
Dalam penyelidikan, terungkap bahwa EF melakukan kekerasan dengan cara yang sangat brutal. Ia diduga memukul, menendang, membanting, menyiram bensin, membakar wajah korban di kebun tebu, memukul dengan kayu hingga menyebabkan tulang patah, membacok dengan golok, hingga menyiram tubuh korban dengan air panas.
Ibu kandung korban, SNK, mengetahui kekejaman tersebut. Bahkan ia setuju ketika EF memutuskan meninggalkan MK di Jakarta. Kepada polisi, SNK mengakui keterlibatannya dalam penelantaran anak.
Polisi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini, yaitu SNK dan pasangannya EF. Keduanya dijerat dengan Pasal 76 B juncto 77 B dan Pasal 76 C juncto 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat. Ancaman hukumannya maksimal delapan tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.