Sri Mulyani Atur Pajak Emas di Bank Bulion, Konsumen Akhir Tak Dipungut

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 1 Agu 2025, 10:30
thumbnail-author
Muslimin Trisyuliono
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Menteri Keuangan Sri Mulyani

Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion

PMK tersebut adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 dan PMK Nomor 52 Tahun 2025. Kedua PMK tersebut ditetapkan pada tanggal 25 Juli 2025 dan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 2025. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Rosmauli mengatakan latar belakang penyusunan kedua PMK ini adalah diperlukan adanya dukungan terhadap kegiata usaha bulion dalm bentuk penyesuaian pengaturan perpajakan dengan perkembangan kegiatan usaha bulion yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). 

Usaha bulion mencakup kegiatan yang berkaitan dengan emas, seperti simpanan, pembiayaan, perdagangan, dan penitipan emas oleh lembaga jasa keuangan.

Baca juga: Sri Mulyani Gelontorkan Rp2,14 Triliun untuk Sekolah Rakyat dari APBN 2025

“Sebelumnya, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion telah diatur dalam PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, yang menimbulkan tumpang tindih," ucap Rosmauli dalam keterangan tertulis, Jumat 1 Agustus 2025. 

"Contohnya, penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Bulion, sementara LJK Bulion sebagai pembeli juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 persen atas pembelian yang sama,” sambungnya.

Ia menambahkan, ketentuan yang baru ini diharapkan dapat menghilangkan potensi tumpang tindih.

PMK pertama adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (PMK-51/2025). 

Pokok pengaturan baru dalam PMK-51/2025 meliputi penunjukan LJK Bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan, serta penetapan PPh Pasal 22 atas impor emas batangan sebesar 0,25 persen. 

PMK ini juga mengatur bahwa penjualan emas oleh konsumen akhir kepada LJK Bulion sampai dengan Rp10.000.000, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

Baca juga: Momen Deg-degan Sri Mulyani saat Prabowo Periksa Buku Catatannya: Untung Lebih Baik dari Gus Ipul
 
PMK kedua adalah PMK-52/2025 mengatur ketentuan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion dalam bentuk perdagangan (bullion trading). 

PMK ini juga menetapkan bahwa pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas penjualan emas perhiasan atau emas batangan oleh pengusaha emas perhiasan dan/atau emas batangan kepada konsumen akhir, wajib pajak UMKM dengan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 22. 

Pengecualian serupa juga berlaku untuk penjualan emas batangan kepada Bank Indonesia, melalui pasar fisik emas digital, dan kepada LJK Bulion.

Ketentuan dalam kedua PMK tersebut menjelaskan bahwa pembelian emas batangan oleh masyarakat (konsumen akhir) dari Bank Bulion tidak dikenakan pemungutan PPh Pasal 22. 

Penjualan emas kepada LJK Bulion juga dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 apabila nilai transaksinya tidak melebihi Rp10.000.000. 

Namun, jika nilai transaksi lebih dari Rp10.000.000, LJK Bulion wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen dari harga pembelian.

"Ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas usaha bulion bukan merupakan jenis pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian agar tidak terjadi tumpang tindih pengenaan pajak," jelas Rosmauli. 

x|close