Kongres APAAACI 2025 Digelar, Serukan Atasi Perubahan Iklim

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Okt 2025, 20:21
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
APAAACI 2025 Congress. APAAACI 2025 Congress.

Ntvnews.id, Jakarta - Asosiasi Alergi, Asma, dan Imunologi Klinis Asia Pasifik (APAAACI), bekerja sama dengan Perhimpunan Alergi dan Imunologi Indonesia (ISAI), menyelenggarakan APAAACI 2025 pada 9-12 Oktober 2025 di Fairmont, Jakarta, Indonesia.

Dengan mengusung tema “Kesatuan dalam Keberagaman: Memajukan Sains dan Inovasi dalam Alergi, Asma, dan Imunologi – Dari Genetika hingga Terapi Berbasis Sel,” kongres ini diisi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno., Deputi Pariwisata RI Vinsensius Jemadu., Prof. Ruby Pawankar, Executive Director and Past President, APAAACI., Ketua Kongres IPAAACI Prof Amir HA Latif., Prof Iris Rengganis serta para pejabat lain.

Dalam sambutannya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno mengungkapkan pentingnya inovasi medis, pemerataan akses, dan kerja sama global dalam menghadapi tantangan kesehatan respirasi dan imunologi.

Pemerintah Indonesia, kata Menko PMK, berkomitmen membangun ekosistem yang mendukung inovasi kesehatan melalui regulasi yang jelas, investasi pada ilmuwan dan tenaga kesehatan, serta memastikan manfaat inovasi dapat diakses seluruh lapisan masyarakat.

“Inovasi tanpa akses adalah janji yang tak terpenuhi. Kita harus membangun sistem kesehatan yang maju sekaligus adil,” tegasnya.

Menko PMK menegaskan bahwa tantangan kesehatan global menuntut kolaborasi lintas negara, berbagi data, penelitian bersama, harmonisasi regulasi, dan aksi kolektif menghadapi ancaman seperti perubahan iklim dan polusi udara.

“Tidak ada satu negara atau institusi pun yang mampu menyelesaikan masalah ini sendiri. Skala tantangannya menuntut kolaborasi global, berbagi pengetahuan, penelitian bersama, harmonisasi regulasi, dan aksi kolektif menghadapi ancaman seperti perubahan iklim,” ujarnya.

Kongres ini bertujuan untuk menyederhanakan teknologi ilmiah diperbarui dengan wawasan klinis praktis, yang ditujukan untuk para klinisi dan peneliti. Dengan partisipasi para pakar internasional dan regional.

Direktur Eksekutif dan Mantan Presiden, APAACI. Prof Ruby Pawankar, mengatakan saat ini penyakit alergi, yang mencakup kondisi serius seperti anafilaksis, alergi makanan, beberapa jenis asma, rinitis, konjungtivitis, angioedema, urtikaria, eksim, serta alergi terhadap obat dan serangga, kini perhatian menjadi utama kesehatan global.

“Perubahan iklim adalah krisis kesehatan global. Dampaknya terasa bukan hanya pada paru-paru, tetapi juga pada sistem kekebalan tubuh, menyebabkan peningkatan penyakit alergi dan asma di semua kelompok usia,” imbuh Prof Ruby.

Di seluruh dunia, diperkirakan 300 juta orang menderita asma, 200 hingga 250 juta orang mengalami alergi makanan, dan 400 juta orang hidup dengan rinitis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa asma saja menyebabkan sekitar 250.000 kematian setiap tahun. Angka prevalensi penyakit alergi, terutama dalam bentuk yang lebih parah, terus menunjukkan tren peningkatan.

Kawasan Asia Pasifik, yang merupakan rumah bagi dua pertiga populasi dunia, mencakup beben yang sangat besar dari penyakit-penyakit ini.

Faktor lingkungan seperti perubahan iklim, yang dipicu oleh pemanasan global akibat akumulasi gas rumah kaca dari aktivitas manusia, polusi udara, dan penurunan keanekaragaman hayati, menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia. Dampak buruknya terasa pada berbagai penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit gaya hidup, dengan penyakit alergi menjadi yang paling umum di antaranya.

Indonesia seperti negara-negara Asia lainnya, juga menghadapi peningkatan prevalensi asma serta bentuk alergi makanan yang lebih parah dan anafilaksis. Proses ini diperburuk oleh faktor lingkungan, termasuk masalah kabut asap lintas batas yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir.

Menanggapi situasi mendesak ini, diserukan beberapa aksi penting:

- Perlunya tindakan segera untuk mengatasi perubahan iklim di seluruh sektor ekonomi dan sosial di semua tingkatan.

- Pentingnya kebijakan pemerintah yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, memulihkan keanekaragaman hayati, serta menekan polusi udara di dalam dan di luar ruangan.

- Upaya mitigasi lainnya, seperti meningkatkan efisiensi energi pada kendaraan dan bangunan, serta mengurangi paparan terhadap zat-zat beracun.

- Peningkatan edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pola makan yang sehat dan seimbang sebagai langkah pencegahan penyakit alergi.

- Penerapan pendekatan One Health secara multidisiplin, yang menekankan hubungan erat antara kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan.

- Pembentukan konsorsium yang melibatkan berbagai organisasi dan badan global untuk bersama-sama mengatasi mitigasi iklim melalui pendekatan One Health.

Prof Ruby mengungkapkan APAAACI juga merupakan salah satu organisasi yang aktif mengangkat isu perubahan iklim dalam konteks kesehatan.

“Kami menerbitkan white paper pada 2020 mengenai perubahan iklim, polusi udara, dan keanekaragaman hayati, serta bekerja sama dengan WHO, UNEP, dan berbagai pemimpin negara,” kata Prof Ruby.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni), Prof Dr Dr Iris Rengganis, SpPD-KAI, menuturkan bahwa kesempatan menjadi tuan rumah adalah bentuk pengakuan terhadap peran aktif Indonesia di bidang kesehatan lingkungan.

Dengan menjadi tuan rumah, katanya, Indonesia tidak hanya menunjukkan kapasitasnya dalam menyelenggarakan forum internasional, tetapi juga memperkuat kolaborasi antarnegara dalam mencari solusi terhadap krisis iklim dan kesehatan. “Kami bersyukur bisa menyambut para ahli dunia di sini dan memudahkan terjadinya kolaborasi untuk riset, edukasi, serta kebijakan yang lebih berpihak pada kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan".

x|close