Ntvnews.id, Jakarta - Thailand membuat perubahan pada kebijakan insentif kendaraan listriknya untuk mendorong ekspor dan mencegah kelebihan pasokan di dalam negeri, yang dapat berdampak pada pasar mobil secara keseluruhan.
Dewan Investasi menyamaikan setiap EV yang diproduksi untuk ekspor sekarang akan dihitung sebagai 1,5 unit terhadap kewajiban produksi lokal produsen.
“Ini untuk memberi insentif kepada pembuat mobil untuk meningkatkan ekspor dan mencegah kelebihan pasokan pasar domestik,” ungkap Dewan Investasi yang dikutip dari Bangkok Post pada Rabu 26 November 2025.
Pada bulan Juli, Dewan Investasi merevisi kebijakan EV untuk memberi pembuat mobil lebih banyak fleksibilitas untuk memenuhi persyaratan produksi dan meningkatkan ekspor.
Baca juga: Industri Baterai Kendaraan Listrik Berpotensi Mengalami Krisis
Merek-merek Cina mendominasi segmen EV di Thailand, dengan pangsa gabungan lebih dari 70 persen dari penjualan.
Di bawah program insentif pemerintah yang dikenal sebagai EV3.5, yang berlangsung dari 2024 hingga 2027, produsen EV diberikan pemotongan pajak dan subsidi untuk mengimpor kendaraan untuk dijual di Thailand dengan imbalan investasi mereka di pabrik perakitan EV di sini.
Program ini telah menarik lebih dari $4 miliar investasi, termasuk dari produsen besar China BYD dan Great Wall Motors.
Pendaftaran EV baterai baru di Thailand dari Januari hingga Juli naik 35 persen dari tahun ke tahun menjadi 81.179 unit, menurut Federasi Industri Thailand.
Baca juga: Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan 2 SPKLU Center Pertama di Jakarta
Baterai EV menyumbang 18 persen dari total penjualan mobil domestik pada periode yang sama, dibandingkan dengan 24 persen untuk pickup diesel dan bensin berbahan bakar, 23 persen untuk mobil penumpang mesin pembakaran internal dan 20 persen untuk EV hybrid.
Ilustrasi. Kendaraan listrik sedang melakukan pengisian daya. (Foto: Reuters)