Ntvnews.id, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara terkait menunjuk niaga elektronik atau e-commerce sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) 22 dari merchant atau pedagang.
Seperti diketahui, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
PMK-37/2025 tersebut ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2025 dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan 14 Juli 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli mengatakan, latar belakang diterbitkannya PMK ini adalah pesatnya perkembangan perdagangan melalui marketplace di Indonesia, terutama setelah pandemi COVID-19 yang mendorong perubahan perilaku konsumen ke arah digital.
Baca juga: Ojol Hingga Pedagang Omzet di Bawah Rp500 Juta Tidak Kena PPh 22
Perkembangan ini diperkuat oleh tingginya jumlah penduduk Indonesia, meningkatnya penggunaan smartphone dan internet, serta kemajuan teknologi finansial yang semakin memudahkan transaksi secara daring.
Kondisi tersebut menciptakan ekosistem perdagangan berbasis digital yang terus tumbuh.
"Untuk itu, diperlukan pengaturan yang mendorong kemudahan administrasi perpajakan, khususnya bagi pelaku usaha yang bertransaksi melalui sistem elektronik," ucap Rosmauli.
Selain itu, pengaturan ini bertujuan menciptakan keadilan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha digital dan konvensional. Praktik kebijakan perpajakan yang serupa telah diterapkan di beberapa negara seperti Meksiko, India, Filipina, dan Turki.
Warga saat memanfaatkan layanan Pojok Pajak di Menara Danareksa Jakarta, Selasa (18/3/2025). (Antara)
Pokok pengaturan dalam PMK-37/2025 mencakup mekanisme penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh pedagang (merchant) dalam negeri.
Dalam pelaksanaannya, merchant diwajibkan menyampaikan informasi kepada pihak marketplace sebagai dasar pemungutan. PMK ini juga mengatur tarif pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen, yang dapat bersifat final maupun tidak final.
Lebih lanjut, PMK-37/2025 menetapkan invoice sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh unifikasi.
Baca juga: Sri Mulyani Rilis Aturan E-Commerce Pungut Pajak dari pedagang, Ini Ketentuannya
PMK ini juga memuat ketentuan mengenai mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace atas transaksi yang dilakukan oleh merchant sesuai dengan dokumen invoice penjualan dan standar minimal data yang harus tercantum dalam invoice. Selain itu, marketplace memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Menurutnya dengan berlakunya PMK-37/2025, pemungutan pajak atas transaksi di marketplace menjadi lebih sederhana dan berbasis sistem.
"Perlu diketahui, aturan ini bukanlah pajak baru, melainkan bentuk penyesuaian cara pemungutan pajak dari yang sebelumnya dilakukan secara manual, kini disesuaikan dengan sistem perdagangan digital," ungkap Rosmauli.
Harapannya, masyarakat terutama pelaku UMKM, bisa lebih mudah menjalankan kewajiban perpajakannya, diperlakukan setara, dan ikut mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang sehat dan berkeadilan,” tandasnya.