Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui rencananya untuk menarik dana mengendap di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp200 triliun dari total simpanan pemerintah Rp425 triliun, guna disalurkan ke sektor perbankan.
Pernyataan itu disampaikan Purbaya dalam konferensi pers seusai bertemu Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 10 September 2025 malam. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk mendorong roda perekonomian agar pertumbuhan ekonomi dapat segera dipacu.
"Sudah, sudah setuju (Presiden, red.)," kata Purbaya menjawab pertanyaan wartawan.
Ia menambahkan, dana Rp200 triliun itu akan dialirkan ke perbankan supaya bank dapat memperbesar penyaluran kredit kepada masyarakat.
Baca Juga: Prabowo Telepon Emir Qatar, Tanya Kondisi dan Kecam Keras Serangan Israel ke Doha
"Tujuannya supaya bank punya duit, banyak cash tiba-tiba, dan dia (bank, red.) gak bisa naruh di tempat lain selain dikreditkan. Jadi, kita memaksa market mekanisme berjalan," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya menegaskan pemerintah berupaya agar dana tersebut tidak kembali disalurkan ke instrumen Surat Utang Negara (SUN). Menurutnya, pemerintah ingin uang beredar di masyarakat sehingga aktivitas ekonomi bisa meningkat.
"Ini seperti anda naruh deposito di bank, kira-kira gitu kasarnya. Nanti penyalurannya terserah bank, tetapi kalau saya mau pakai, saya ambil. Tetapi, nanti diupayakan, nanti penyalurannya bukan dibelikan SUN lagi," jelasnya.
Baca Juga: Seskab Teddy Unggah Moment Prabowo Bertemu Empat Mata dengan Dasco di Istana
"Kita minta ke BI tidak diserap uangnya. Jadi, uangnya betul-betul ada (dalam) sistem perekonomian sehingga ekonominya bisa jalan," sambungnya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja perdana bersama Komisi XI DPR RI, Purbaya telah memaparkan rencana penarikan Rp200 triliun dana menganggur tersebut. Dana itu merujuk pada Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) sebesar Rp425 triliun yang kini tersimpan di BI.
Menanggapi pertanyaan mengenai potensi hiperinflasi, Purbaya menepis kekhawatiran tersebut. Ia menilai inflasi hanya terjadi jika pertumbuhan ekonomi melampaui kapasitas potensialnya.
"Kita 6,5 (persen) atau lebih. Kita masih jauh dari inflasi. Jadi kalau saya injek stimulus ke perekonomian, harusnya kalau ekonominya masih di 5 persen, masih jauh dari inflasi. Itu yang disebut demand-for-inflation, dan itu masih jauh dari situ kita. Sejak krisis kan kita gak pernah tumbuh 6,5 persen. Jadi, ruang kita untuk tumbuh lebih cepat, terbuka lebar, tanpa memancing inflasi," ujarnya.